Labels

  • A (9)
  • B (4)
  • C (2)
  • D (1)
  • E (1)
  • F (1)
  • G (1)
  • H (2)
  • I (1)
  • J (1)
  • K (1)
  • L (1)
  • M (1)
  • N (1)

Senin, 04 Juni 2012

Syi'ir Tanpo Waton al-magfurlah KH Abdurrahman Wachid (Gus Dur)

استغفر الله ربّ البرايا # استتغفر الله من الخطا ياربّي زدني علما نافعا # ووفّقني عملا صالحايا رسول الله سلام عليك # يا رفيع الشان و الدرجعطفة يا جيرة العالم # يا أهَيل الجود والكرم

Ngawiti ingsun nglaras Syiiran
Kelawan muji marang Pangeran
Kang paring rahmat lan kenikmatan
Rino wengine tanpo pitungan

Duh bolo konco priyo wanito
Ojo mong ngaji Syare'at bloko
Gur pinter ndongeng, nulis lan moco
Tembe mburine bakal sengsoro

 Akeh kang apal Qur'an haditse
Seneng ngafirke marang liyane
Kafire dewe gag di gatekke
Yen isih kotor ati akale

Gampang kabujuk nafsu angkoro
Ing pepaese gebyare ndunyo
Iri lan meri sugihe tonggo
Mulo atine peteng lan nisto

Ayo sedulur jo nglaleake
Wajibe ngaji sak pranatane
Nggo ngandelake iman tauhite
Baguse sangu mulyo matine

 Kang aran soleh bagus atine
Kerono mapan seri ngelmune
Laku thoriqot lan ma'rifate
Ugo hakikot manjing rasane

Al-Qur'an Qodim wahyu minulyo
Tanpo ditulis biso diwoco
Iku wejangan guru waskito
Den tancepake ing njero dodo

Kumantil ati lan pikiran
Mrasuk ing badan kabeh jeroan
Mu'jizat Rosul dadi pedoman
Minongko dalan manjinge iman

Kelawan Allah kang moho suci
Kudu rangkulan rino lan wengi
Ditirakati diriyadhohi
Dzikir lan suluk jo nganti lali

Uripe ayem rumongso aman
Dununge roso tondo yen iman
Sabar narimo najan pas pasan
Kabeh tinakdir saking pengeran

Kelawan konco dulur lan tonggo
kang podo rukun ojo ngasio
Iku sunahe Rosul kang mulyo
Nabi Muhammad panutan kito

Ayo nglakoni sakabehane
Allah kang bakal ngangkat derajate
Senajan ashor toto dhohire
Ananging mulyo maqom drajate

Lamun palastro ing pungkasane
Ora kesasar roh lan sukmane
Den gadang Allah swargo manggone
Utuh mayite ugo ulese

Rabu, 11 April 2012

Doa Anak Kecil "Tuhan Sisakan Perawan Untukku"

Sahabat curhaters, lihatlah gambar di samping.Lucu bukan sahabat curhaters. Jika ada anak lelaki kecil berdoa seperti itu. Dia meminta untuk disisakan perawan untuk dia. Ya Allah, apa yang terjadi di duniaku saat ini??

Sahabat curhaters. Memang menjaga keperawanan wanita dan keperjakaan laki-laki tidaklah gampang buat dijalanin. Apalagi jika kita melihat pergaulan saat ini yang sudah dipengaruhi budaya barat yang cenderung mengarah pada seks bebas / free sex. Bagi mereka yang lebih menuruti hawa nafsunya, keperawanan dianggap sesuatu yang tidak penting bahkan malah terkesan lucu & menjadi ejekan dikalangan mereka dan menganggap kehilangan keperawanan/keperjakaan karena melakukan hubungan seks dengan orang yang dicintai (sebelum menikah) adalah suatu kebanggaan tersendiri. Astaghfirullahaladzim…

Adanya pengaruh lingkungan & media elektronik terutama televisi dan internet makin memudahkan seseorang untuk berbuat asusila. Tontonan & bacaan yang vulgar dan blak-blakan serta hubungan dengan lawan jenis yang tidak diimbangi dengan pengetahuan agama dan nilai-nilai moral yang baik, akan dapat menjerumuskan para remaja kepergaulan bebas yang ujung-ujungnya ke perbuatan zina, yang berakibat hilangnya keperawanan dan keperjakaannya. Mungkin dalam melakukan hubungan tersebut, mereka tidak memikirkan akibat yang bakal mereka hadapi setelahnya. Hamil muda, penyakit kelamin, HIV/AIDS, adalah akibat yang mengincar mereka dari hubungan seks bebas.

Bagi orang yang pernah melakukan seks bebas sebelum melakukan nikah, biasanya cenderung akan mengulang perbuatannya kembali. Hal itu disebabkan karena menganggap dirinya sudah tidak suci lagi atau juga karena menikmati perbuatannya dan tentunya tanpa memikirkan dampak buruknya.

Untuk itu, mari sahabat curhaters. Bersama-sama mari kita jaga diri kita & saudara-saudara kita, dari hal-hal yang menjurus ke hal-hal mesum. Seperti tips menjaga keperawanan yang nanti akan saya paparkan. 

Terima kasih & salam curhaters

Jumat, 06 April 2012

Tiga Prinsip Hidup Bermasyarakat

changeSesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat ihsan, serta memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl: 90).
Ayat ini pasti akrab di telinga kita karena biasa dibaca khatib saat mengakhiri khutbah Jumat. Yang menarik, kalimat perintah di ayat ini tidak berbentuk “ya’murukum” (memerintah kalian), tapi “ya’muru” (memerintah) sehingga ayat ini dipahami sebagai ayat universal yang mengikat seluruh hamba Allah tanpa ada atibut golongan, ideologi, suku bangsa, dan pembatasan lainnya. Jadi, ayat ini berbicara kepada fitrah manusia yang suka pada kebaikan dan membenci perilaku buruk.
Tak heran jika ayat ini begitu menyentuh Utsman bin Madh’un yang pada awalnya memeluk Islam hanya karena malu dengan Rasulullah saw. Namun ketika menyaksikan ayat ini turun, ia merasakan kekuatan iman menembus ke dalam hatinya dan meyakini bahwa prinsip-prinsip hidup yang ditawarkan Islam bagi kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bahkan berbangsa dan bernegara, begitu agung dan sempurna.
Abdullah bin Abbas bercerita, “Ketika Rasulullah saw. sedang duduk di halaman rumahnya, tiba-tiba Utsman bin Madh’un melintas. Maka Rasulullah memanggilnya dan mengajaknya duduk bersama. Namun ketika sedang berlangsung pembicaraan di antara keduanya, tiba-tiba Rasulullah menengadahkan pandangannya ke langit beberapa saat, kemudian menundukkan kepalanya dan bergeser dari tempat duduknya ke sebelah kanan. Beliau menganggukkan kepala seakan-akan mengiyakan apa yang disampaikan kepadanya. Selang beberapa saat, beliau kembali mengangkat pandangannya ke langit seperti yang terjadi pada kali pertama, lantas beliau kembali ke tempat duduknya di samping Utsman bin Madh’un.”
Maka melihat kejadian yang tidak biasa tersebut, Utsman bertanya kepada Rasulullah saw., “Hai Muhammad, kenapa aku melihat engkau tadi mengangkat pandanganmu ke langit dan mengangguk-anggukan kepala seakan-akan mengiayakan sesuatu dan engkau bergeser menjauh dariku?” Rasulullah balik bertanya, “Apakah engkau tadi memperhatikan apa yang terjadi?” Utsman menjawab singkat, “Ya.” Rasulullah berkata, “Telah datang kepadaku tadi seorang utusan Allah.” Dengan nada terkejut Utsman bertanya, “Seorang utusan Allah?” Rasulullah menjawab, “Benar.” Utsman bertanya lagi, “Apakah yang ia sampaikan kepadamu?” Rasulullah menjelaskan, “Ia datang membawa wahyu kepadaku.” Lantas Rasulullah membacakan surah An-Nahl ayat 90.
Setelah kejadian itu, Utsman bin Madh’un membacakan ayat itu kepada Al-Walid bin Al-Mughirah, seorang yang sangat piawai dalam bidang sastra di kalangan orang-orang Arab pada masa itu. Mendengar ayat tersebut, spontan lisannya berucap pernyataan yang memeranjatkan para pemuka Quraisy yang hadir, “Demi Allah, sungguh Al-Qur’an ini memiliki kelezatan dan keindahan. Di atasnya berbuah dan di bawahnya berakar, dan ini bukanlah kata-kata manusia”. Bahkan Al-Walid meminta Utsman untuk mengulangi bacaan ayat tersebut. Subhanallah!
Ayat itu berisi tentang tiga prinsip yang ditawarkan Al-Qur’an agar dijadikan landasan dalam menata sebuah masyarakat. Ketiga prinsip itu adalah keadilan, ihsan, dan takaful. Ketiganya jika diaplikasikan akan membendung perilaku al-fahsya’ (segala perbuatan yang didasarkan pada pemenuhan hawa nafsu, seperti zina dan mabuk-mabukan), al-munkar (perbuatan buruk yang bertentangan dengan akal sehat, seperti mencuri, merampok, dan tindakan aniaya lainnya), dan al-baghyu (tindakan yang mengarah kepada permusuhan, seperti kezaliman dan tindakan sewenang-wenang).
Ketiga aktivitas merusak itu merupakan penyakit yang senantiasa merongrong keutuhan dan eksistensi masyarakat. Sebuah masyarakat tidak mungkin bisa tegak di atas perilaku kekejian, kemungkaran, dan permusuhan. Demikian juga, sebuah masyarakat yang telah terjangkiti perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan dengan segala ragam bentuknya, tidak akan mungkin bangkit dari keterpurukan dan akan senantiasa berada dalam kesengsaraan.
Karena itu, melalui ayat ini Allah memerintahkan siapapun kita untuk menjunjung tinggi nilai keadilan dalam semua urusan dan bersikap ihsan dalam setiap perbuatan. Maka tak heran jika ayat ini dijadikan dalil kewajiban syariat bagi umat Islam untuk berlaku adil dan bersikap ihsan.
Konsep adil dan ihsan adalah dua prinsip yang harus dilaksanakan secara bersamaan. Karena, sikap adil hanya akan membawa kepada keselamatan. Misalnya, dalam aktivitas bisnis, adil hanya mengembalikan modal. Sedangkan sikap ihsanlah yang akan memberikan kemenangan dan kebahagiaan dalam bentuk keuntungan yang lebih dari sekedar kembali modal. Sehingga, seorang tidak boleh cukup berpuas hati hanya melaksanakan adil tanpa dibarengi dengan ihsan. Itulah hikmah Allah menggandengkan kedua sikap itu. Bahkan, Allah memuji orang-orang yang sikap ihsan. “Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan ihsan.” (QS. Al-Kahfi: 30). “Dan berbuat ihsanlah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat ihsan kepadamu.” (Al-Qashash: 77)
Maka, menjadi jelas bagi kita bahwa Al-Qur’an datang dengan membawa mabadi’ (prinsip-prinsip) yang akan menguatkan simpul-simpul yang terjalin di dalam sebuah masyarakat dan akan menjadi penenang bagi setiap individu, umat, dan bangsa dalam mengarungi kehidupan. Prinsip keadilan adalah kaidah yang baku dalam pergaulan sehari-hari, sedangkan prinsip ihsan untuk melembutkan ketajaman keadilan yang solid. Karena kata ihsan lebih luas penunjukannya, maka ihsan mencakup seluruh sendi-sendi kehidupan mulai dari hubungan seorang hamba dengan Tuhannya, hubungan dengan keluarganya, masyarakatnya, dan dengan kemanusiaan dalam arti yang luas.
Sedangkan kalimat “ita’idzil qurba” (memberi kepada kaum kerabat) setelah adil dan ihsan dalam ayat di atas, adalah bentuk konkret perbuatan ihsan. Penyebutan khusus kalimat ini adalah ta’dzim (penghargaan) terhadap bentuk hubungan kerabatan dan sebagai ta’kid (penegasan) bahwa konsep ihsan bisa dilakukan secara bertahap, mulai dari lingkup yang paling dekat (baca: keluarga) sampai ke skup yang jauh yang meliputi seluruh anggota masyarakat.
Sayangnya, ketiga prinsip ini –keadilan, ihsan, dan takaful-kita rasakan semakin tipis di bangunan struktur masyarakat kita. Sedangkan tiga kekuatan penghancur –kekejian, kemungkaran, dan permusuhan– justru semakin menunjukkan eksistensinya dalam ragam bentuk dan kemasannya. Cukuplah ayat ini menjadi pengingat agar kita segera kembali ke rel yang sebenarnya, menegakkan prinsip-prinsip hidup bermasyarakat yang diperintahkan Allah agar fitrah kita sebagai manusia tidak hilang. Jangan sampai masyarakat kita tidak bisa lagi dibedakan dari segerombolan srigala yang saling memangsa sesamanya. “Dia (Allah) memberi pengajaran kepadamu (dengan ayat ini) agar kamu dapat mengambil pelajaran.

Sholawat Munjiyaat

Sholawat Munjiyaat salah satu sholawat yang berada di dalam do'a dzikrul  ghofilien dan artinya sholawat penyelamat, sebab didalamnya mengandung do'a keselamatan, pengampunan, dihapusnya kesalahan, diampuninya dosa, tercapainya cita-cita, diangkatnya derajat dan kebaikan lainya tercakup dalam sholawat tersebut. Saya teringat waktu masih nyantri di salah satu pondok yang terletak di karisidenan Madiun, pengasuh pondok memberikan dawoh-dawoh bagi santri, diantaranya untuk membiasakan baca sholawat tersebut minimal setelah menunaikan sholat shubuh dan sholat magrib. Inilah sholawatnya:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِ مُحَمَّدٍ صَلاَةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ الْمِحَنِ وَالْإِحَنِ وَالْأَهْوَالِ وَالْبَلِيَّاتِ وَتُسَلِّمُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ الْفِتَنِ وَالْأَسْقَامِ وَالْأَفَاتِ وَالْعَاهَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ الْعُيُوْبِ وَالسَّيِّئَاتِ وَتَغْفِرُ لَنَا بِهَا جَمِيْعَ الذُّنُوْبِ وَتَمْحُوْ بِهَا عَنَّا جَمِيْعَ الْخَطِيْئَاتِ وَتَقْضِي لَنَا بِهَا جَمِيْعَ مَا نَطْلُبُهُ مِنَ الْحَاجَاتِ وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَى الدَّرَجَاتِ وَتُبَلِّغُنَا بِهَا أَقْصَى الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِى الْحَيَاتِ وِبَعْدَ الْمَمَاتِ وَبَارِكْ وَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَعَلَى الِهِ وَاَصْحَابِهِ وَاَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ وَاَهْلِ بَيْتِهِ وَمَنْ صَلَّى عَلَيْهِ عَدَدَ مَا فِى عِلْمِكَ وَصَلَاةً دَائِمَةً بِدَوَامِ الْمُلْكِكَ

Syi'iran Dzikrul Ghofilien


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

اَمِينْ يَااللهْ يَارَحْمنُ يَارَحِيمْ * اَنْتَ الْجَوَّادُ الْحَلِيمْ وَاَنْتَ نِعْمَ الْمُعِينْ
يَاحَلِيمْ يَاحَنَّانْ يَامَلِكُ يَامُبِينْ * وَلاَ نَطْلُبُ شَيْئًا إِلَّا اَنْتَ يَامُعِينْ
رَبَّنَا اسْتَقِمْ ذِكْرَنَا وَذِكْرَالْغَافِلِينْ * وَاجْمَعْنَا فِى الْأَبْرَارِخِيَارِكَ الْفَائِزِينْ
شَكَوْنَاكَ رَبَّنَا بَابَ ضُعْفِ نَفْسِنَا *  لِتَغْفِرَنَا غَفَّارُ وَلِتُحْسِنَنَا
سَأَلْنَاكَ الْإِسْتِقَامَةَ فِى تَذَكُّرِكْ * وَاسْتِقَامَتَنَا فِى تَشَكُّرِ نِعَمِكْ
يَا كَرِيمْ يَاكَرِيمْ أَنْعِمْنَا بِنِعْمَتِكْ * يَاأَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ إِرْحَمْنَا بِرَحْمَتِكْ
يَالَطِيْفُ يَاخَبِيرْ نَجِّنَا مِنَ الْمِحَنْ * يَاقَوِيُّ يَامَتِينْ أَنْجِنَا مِنَ الْإِحَنْ
يَاجَلِيْلُ بِجَلَالِكَ أَثْبِتِ الْإِيْمَانْ * رَبَّنَا خَيْرَ الْمُنْزِلِيْنَ أَنْزِلِ الْمِنَنْ
سَأَلْتُكَ رَبِّي صِحَّةَ الْقَلْبِ وَالْجَسَدْ * وَعَافِيَةَ الْأَبْدَانِ وَالْأَهْلِ وَالْوَلَدْ
وَطُوْلَ حَيَاةٍ فِى كَمَالِ اسْتِقَامَةٍ * وَحِفْظًا مِنَ الْإِعْجَابِ وَالْكِبْرِ وَالْحَسَدْ
وَرِزْقًا حَلَالًا وَاسِعًا غَيْرَ نَاقِصٍ * يَكُوْنُ لَنَا عَوْنًا عَلَى مَنْهَجِ الرَّشَدْ
رَبَّنَا أَحْسِنْ لَنَا ظَاهِرًا وَ بَاطِنًا * مَعَ حُسْنِ الظَّنِّ بِحَضْرَتِكَ يَامَنَّانْ
 فَعِيْرَانْ فَانْجَنَعَانْ دَنْدُوْسِى كُوْلَا نِيْكِىْ * لاَهِرْ بَاطِنْ سَارَنَا مَانَهْ سَاهِى كَعْ سُوْجِى
بِجَاهِ النَّبِي صَلَّى الْإِلَهُ وَسَلَّمَا * عَلَيْهِ وَألٍ دَامَ وَالْحَمْدُ لِلْأَحَدْ    

Empat plus Satu Karakter Manusia Maju

Empat plus Satu Karakter Manusia Maju


ولدتك أمك وكنت باكيا ومن حولك يضحكون سرورا
 فاجتهد إذا خرجترمنها كن ضاحكا ومن حولك يبكون أسفا
 Dr Yusuf Qardhawi tokoh berpengaruh dalam dunia muslim menyitir sebuah hadits yang kurang lebih berbunyi: "Empat karakter yang membuat bangsa Romawi (Eropa) selalu lebih maju sampai akhir zaman, pertama, mereka lebih cerdas meski dalam kondisi terkena fitnah. kedua, cepat bangkit setelah jautuh. ketiga, cepat maju setelah mengalami kemunduran, dan keempat, terbaik dalam mu'amalah. Sementara satu tambahan karakter lagi yakni, tidak menerima dizhalimi (oleh penguasa)." (HR. Bukhari).
Karakter pertama, menjelaskan betapa orang-orang Eropa mimiliki tingkat pengendalian diri, emosi yang baik. Sehingga dalam hadits dikatakan meski dalam keadaan fitnah sekalipun mereka tetap rasional.
.
Karakter kedua, menjelaskan kemampuan recovery (pemulihan kembali dengan cepat)  yang dimiliki kebanyakan bangsa Eropa. Bandingkan saja bangsa yang sampai saat ini masih menyalahkan penjajah Belanda sebagai penyebab kesengsaraan. mungkin karena terlalu lama meratapi dan mengharap belas kasih agar bangsa lain mau menolong. Ini seperti anak kecil yang terjatuh ketika main lari-larian bersama temanya, ia tidak akan bangun sebelum seorang dari temanya mengasihi dan mengulurkan tangan. Sikap yang diambil temanya tak perlu dipermasalahkan, karena itu yang disebut empati. Tapi justru menunggu uluran tangan orang lain itulah yang berdampak sampai dewasa pun ternyata menjadi kebiasaan.


Karakter selanjutnya, jelas terkait dengan dua karakter sebelumnya, berangkat dari pengendalian diri yang baik serta kemampuan recovery yang cepat, meski sempat mengalami kemunduran mereka terbiasa cepat sadar dan berupaya untuk memperbaiki nasib sehingga cepat pula dalm merengkuuh keberhasila.


Dan karakter yang keempat menjadi satu sindiran yang begitu jelas betapa seharusnya umat islam jauh lebih baik dalam urusan relationship (hubungan) dan berbuat baik terhadap sesama serta menyeluruh. Satu lagi karakter tambahan yang awalnya Rasulullah menyebut empat namun di keseluruhan hadits beliau menembahkan satu lagi yaitu harga diri yang tinggi untuk tidak diam ketika dizhalimi, termasuk oleh penguasa.


Meski harus diakui, penjelasan tentang karakter-karakter di atas tidak harus digeneralisir (secara umum) sedemikian rupa karena nyatanya, masih banyak juga orang muslim yang hebat, maju, tidak emosional, baik dalam mu'amalah, bangkit dan bergerak ketika tertindas. Sementara di beberapa negara Eropa, secara individu masih banyak dijumpai adanya penindasan,pelanggaran hak, tindakan asusila, amoral dan lain sebagainya.


Selain hadits tersebut, Rasulullah yang sangat peduli terhadap umatnya juga menghadiahkan sebuah doa yang patut dibaca setiap hari, guna menghindari kekalahan sedemikian rupa dibandingkan bangsa barat. Satu doa yang menggambarkan problematika umat secara sistematis dari sekedar rundungan sedih hingga dominasi orang terhadap diri seorang individu.



اللهم إنى أعوذبك من الهم والحزن وأعوذبك من العجز والكسل وأعوذبك من الجبن والبخل وأعوذبك من غلبة الدين وقهرالرجال


"Ya Alloh, aku berlindung kepada-Mu dari rundungan sedih dan duka, aku berlindung dari lemah da malas, aku berlindung kepada-mu dari dari sifat bakhil dan kikir, aku berlindung kepada-Mu dari beban hutang dan penindasan orang"

Nampaknya doa diatas sepantasnya dilafadhkan, karena doa itu sangat tepat mewakili apa yang selama ini menjadi permasalahan bagi semua. Dari mulai rundungan sedih dan duka yang kemudian meningkat menjadi penyakit lemah dan malas. Orang-orang malas biasanya bakhil dan kikir sehingga semua masalah itu jadilah terbebani hutang dan tidak bisa melepaskan diri dari penindasan orang lain.

Bayangkan...! Dengan 4 plus 1 karakter seperti yang tergambarkan di atas, ditambah sentuhan nilai-nilai Islam. 
Subhanallaah...!!!